Di suatu
senja yang asing, ada wajahku, murung tengadah pasrah. Di rambutku, ombak dan
pantai menari-nari tak beraturan. Dua ekor elang laut lalu menitipkan kerontang
cakrawala.
Sore
pukul 6.
Sekejap
waktu berlari. Aku sudah diluar hitungan. Kupertebal gincu dan bedak yang saban
hari masih membekas. Sampai dimana rindu ini musti kujaga? Senja sudah renta
sekarang, Uda. Mawar yang kau beri dulu sudah lama melayu di jambangan. Tapi
asal kau tahu, Da, masih kubiarkan dia bersolek di depan cermin yang pernah kau
singgahi. Aku tak membuangnya, meski kerontang.
Kenapa
kau tak lagi kembali?
Uda,
malam tak lagi asing bagiku. Telah kujamah bermacam birahi tamu. Bagiku, segala
malam yang tak lagi kau singgahi adalah luka. Jadi aku memutuskan lain.
Kujejali mimpi-mimpi dengan omong kosong. Kupenuhi harapan dengan jerit-jerit
tertahan, nafsu yang buncah. Lalu kupecundangi subuh yang sebentar-sebentar
memanggil untukku pulang. Aku lelah.
Uda,
sudah purnama keberapa ini. Aku sanksi kau akan kembali. Ku do'a kan saja kau
nanti mati di tanah rantau. Semoga kau tak keberatan.
Marni
ajaraham,
Jogja,
130907
Sabtu +-
16:00